News & Updates

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

 

BAGIAN 1

Contents

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Definisi

BAB II ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2 Asas

Pasal 3 Tujuan

BAB III RUANG LINGKUP BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG

Pasal 4 Lingkup

BAB IV   KEDAULATAN ATAS WILAYAH UDARA

Pasal 5 Wilayah Udara

Pasal 6 Kedaulatan negara

Pasal 7 Kawasan udara

Pasal 8 Kewenangan

Pasal 9 Ketentuan lanjutan

BAB V PEMBINAAN

Pasal 10 Pembinaan

Pasal 11 Kewenangan Menteri

Pasal 12 Instansi Terkait

 

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   : a. bahwa negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara dengan batas-batas, hak-hak, dan kedaulatan yang ditetapkan oleh Undang-Undang;

 

  1. bahwa dalam upaya mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan ketahanan nasional diperlukan sistem transportasi nasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, mempererat hubungan antarbangsa, dan memperkukuh kedaulatan negara;
  2. bahwa penerbangan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan teknologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan keselamatan dan keamanan yang optimal, perlu dikembangkan potensi dan peranannya yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis;
  3. bahwa perkembangan lingkungan strategis nasional dan internasional menuntut penyelenggaraan penerbangan yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peran serta swasta dan persaingan usaha, perlindungan konsumen, ketentuan internasional yang disesuaikan dengan kepentingan nasional, akuntabilitas penyelenggaraan negara, dan otonomi daerah;
  4. bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan penerbangan saat ini sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penerbangan;

 

Mengingat     :     Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 25A, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

 

Dengan Persetujuan Bersama

 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENERBANGAN.

 

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Definisi

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

 

  1. Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

 

  1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di atas wilayah daratan dan perairan Indonesia.

 

  1. Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.

 

  1. Pesawat Terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri.

 

  1. Helikopter adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap putar yang rotornya digerakkan oleh mesin.

 

  1. Pesawat Udara Indonesia adalah pesawat udara yang mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan Indonesia.

 

  1. Pesawat Udara Negara adalah pesawat udara yang digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, kepabeanan, dan instansi pemerintah lainnya untuk menjalankan fungsi dan kewenangan penegakan hukum serta tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

  1. Pesawat Udara Sipil adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga.

 

  1. Pesawat Udara Sipil Asing adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga yang mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan negara asing.

 

  1. Kelaikudaraan adalah terpenuhinya persyaratan desain tipe pesawat udara dan dalam kondisi aman   untuk beroperasi.

 

  1. Kapten Penerbang adalah penerbang yang ditugaskan oleh perusahaan atau pemilik pesawat udara untuk memimpin penerbangan dan bertanggung jawab penuh terhadap keselamatan penerbangan selama pengoperasian pesawat udara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

  1. Personel Penerbangan, yang selanjutnya disebut personel, adalah personel yang berlisensi atau bersertifikat yang diberi tugas dan tanggung jawab di bidang penerbangan.

 

  1. Angkutan   Udara   adalah   setiap   kegiatan   dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.

 

 

  1. Angkutan Udara Niaga adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran.

 

  1. Angkutan Udara Bukan Niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara.

 

  1. Angkutan Udara Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara ke bandar udara lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

  1. Angkutan Udara Luar Negeri adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara di dalam negeri ke bandar udara lain di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebaliknya.

 

  1. Angkutan Udara Perintis adalah kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan.

 

  1. Rute Penerbangan adalah lintasan pesawat udara dari bandar udara asal ke bandar udara tujuan melalui jalur penerbangan yang telah ditetapkan.

 

  1. Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran.

 

  1. Jaringan penerbangan adalah beberapa rute penerbangan yang merupakan satu kesatuan pelayanan angkutan udara.

 

  1. Tanggung   Jawab   Pengangkut   adalah   kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga.

 

  1. Kargo adalah setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama penerbangan, barang bawaan, atau barang yang tidak bertuan.

 

  1. Bagasi   Tercatat   adalah   barang   penumpang   yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat udara yang sama.

 

  1. Bagasi Kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan penumpang sendiri.

 

  1. Pengangkut adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini, dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga.

 

  1. Tiket adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian angkutan udara antara penumpang dan pengangkut, dan hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat udara.

 

  1. Surat Muatan Udara (airway bill)   adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara pengirim kargo dan pengangkut, dan hak penerima kargo untuk mengambil kargo.

 

  1. Perjanjian Pengangkutan Udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk imbalan jasa yang lain.

 

  1. Keterlambatan adalah terjadinya perbedaan waktu antara waktu keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan.

 

  1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.

 

  1. Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah sistem kebandarudaraan secara nasional yang menggambarkan perencanaan bandar udara berdasarkan rencana tata ruang, pertumbuhan ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam dan geografi, keterpaduan intra dan antarmoda transportasi, kelestarian lingkungan, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya.

 

  1. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat   pesawat   udara   mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang     dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

 

  1. Bandar Udara Umum adalah bandar udara yang digunakan untuk melayani kepentingan umum.

 

  1. Bandar Udara Khusus adalah bandar udara yang hanya digunakan untuk melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.

 

  1. Bandar Udara Domestik adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri.

 

  1. Bandar Udara Internasional adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan dari dan ke luar negeri.

 

  1. Bandar Udara Pengumpul (hub) adalah bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan yang luas dari berbagai bandar udara yang melayani penumpang dan/atau kargo dalam jumlah besar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi secara nasional atau berbagai provinsi.

 

  1. Bandar Udara Pengumpan (spoke) adalah bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan dan mempengaruhi perkembangan ekonomi terbatas.

 

  1. Pangkalan Udara adalah kawasan di daratan dan/atau di perairan dengan batas-batas tertentu dalam wilayah Republik Indonesia yang digunakan untuk kegiatan lepas landas dan pendaratan pesawat udara guna keperluan pertahanan negara oleh Tentara Nasional Indonesia.

 

  1. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) Bandar Udara adalah wilayah   daratan   dan/atau   perairan   yang   digunakan secara langsung untuk kegiatan bandar udara.

 

  1. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah wilayah daratan dan/atau perairan serta ruang udara di sekitar bandar udara yang digunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.

 

  1. Badan Usaha Bandar Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan bandar udara untuk pelayanan umum.

 

  1. Unit Penyelenggara Bandar Udara adalah lembaga pemerintah di bandar udara yang bertindak sebagai penyelenggara bandar udara yang memberikan jasa pelayanan kebandarudaraan untuk bandar udara yang belum diusahakan secara komersial.

 

  1. Otoritas Bandar Udara adalah lembaga pemerintah yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan pelayanan penerbangan.

 

  1. Navigasi Penerbangan adalah proses mengarahkan gerak pesawat udara dari satu titik ke titik yang lain dengan selamat dan lancar untuk menghindari bahaya dan/atau rintangan penerbangan.

 

  1. Aerodrome adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang hanya digunakan sebagai tempat   pesawat   udara   mendarat dan lepas landas.

 

  1. Keselamatan   Penerbangan   adalah   suatu   keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

 

  1. Keamanan Penerbangan adalah suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada penerbangan dari tindakan melawan ukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas, dan prosedur.

 

  1. Lisensi adalah surat izin yang diberikan kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk melakukan pekerjaan di bidangnya dalam jangka waktu tertentu.

 

  1. Sertifikat Kompetensi adalah tanda bukti seseorang telah memenuhi persyaratan pengetahuan, keahlian, dan kualifikasi di bidangnya.

 

  1. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah   Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

  1. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

 

  1. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan penerbangan.

 

  1. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

 

BAB II ASAS DAN TUJUAN

 

Pasal 2 Asas

Penerbangan diselenggarakan berdasarkan asas:

  1. manfaat;
  2. usaha bersama dan kekeluargaan;
  3. adil dan merata;
  4. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan;
  5. kepentingan umum;
  6. keterpaduan;
  7. tegaknya hukum;
  8. kemandirian;
  9. keterbukaan dan anti monopoli; j. berwawasan lingkungan hidup; k. kedaulatan negara;
  10. kebangsaan; dan m. kenusantaraan.

 

Pasal 3 Tujuan

 

Penerbangan diselenggarakan dengan tujuan:

  1. mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat;
  2. memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;
  3. membina jiwa kedirgantaraan;
  4. menjunjung kedaulatan negara;
  5. menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional;
  6. menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional;
  7. memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara;
  8. meningkatkan ketahanan nasional; dan i. mempererat hubungan antarbangsa.

 

 

 

 

BAB III RUANG LINGKUP BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG

Pasal 4 Lingkup

Undang-Undang ini berlaku untuk:

  1. semua kegiatan penggunaan wilayah udara, navigasi penerbangan, pesawat udara, bandar udara, pangkalan udara, angkutan udara, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lain yang terkait, termasuk kelestarian lingkungan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. semua pesawat udara asing yang melakukan kegiatan dari dan/atau ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
  3. semua pesawat udara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

 

 

BAB IV KEDAULATAN ATAS WILAYAH UDARA

 

Pasal 5 Wilayah Udara

Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia.

 

Pasal 6 Kedaulatan negara

Dalam   rangka   penyelenggaraan   kedaulatan   negara   atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan keamanan negara, sosial budaya, serta lingkungan udara.

 

 

Pasal 7 Kawasan udara

(1) Dalam   rangka   melaksanakan   tanggung   jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pemerintah menetapkan kawasan udara terlarang dan terbatas.

(2)   Pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing dilarang terbang melalui kawasan udara terlarang.

(3) Larangan terbang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat permanen dan menyeluruh.

(4)   Kawasan udara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk penerbangan pesawat udara negara.

 

Pasal 8 Kewenangan

(1)   Pesawat   udara   yang   melanggar   wilayah   kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diperingatkan dan diperintahkan untuk meninggalkan wilayah tersebut oleh personel pemandu lalu lintas penerbangan.

 

(2) Pesawat udara yang akan dan telah memasuki kawasan udara terlarang dan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4) diperingatkan dan diperintahkan untuk meninggalkan wilayah tersebut oleh personel pemandu lalu lintas penerbangan.

 

(3) Personel pemandu lalu lintas penerbangan wajib menginformasikan pesawat udara yang melanggar wilayah kedaulatan dan kawasan udara terlarang dan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada aparat yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertahanan negara.

 

(4) Dalam hal peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak ditaati, dilakukan   tindakan   pemaksaan   oleh   pesawat   udara negara untuk keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau kawasan udara terlarang dan terbatas atau untuk mendarat di pangkalan udara atau bandar udara   tertentu   di   dalam   wilayah   Negara   Kesatuan Republik Indonesia.

 

(5) Personel pesawat udara, pesawat udara, dan seluruh muatannya yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diperiksa dan disidik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 

 

 

Pasal 9 Ketentuan lanjutan

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelanggaran wilayah kedaulatan, penetapan kawasan udara terlarang, kawasan udara terbatas, pelaksanaan tindakan terhadap pesawat udara dan personel pesawat udara, serta tata cara dan prosedur pelaksanaan tindakan pemaksaan oleh pesawat udara negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

BAB V PEMBINAAN

Pasal 10 Pembinaan

 

(1) Penerbangan dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.

 

(2)   Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.

 

(3)   Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penetapan kebijakan umum dan teknis yang terdiri atas penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur termasuk   persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta perizinan.

 

(4)   Pengendalian   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2) meliputi pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, perizinan, sertifikasi, serta   bantuan teknis di bidang pembangunan dan pengoperasian.

 

(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan   pengawasan pembangunan dan pengoperasian agar sesuai dengan peraturan perundang- undangan termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum.

 

(6)   Pembinaan Penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk:

 

  1. memperlancar   arus   perpindahan   orang   dan/atau barang secara massal melalui angkutan udara dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman, dan berdaya guna, dengan biaya yang wajar;
  2. meningkatkan penyelenggaraan kegiatan angkutan udara, kebandarudaraan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan lingkungan sebagai bagian dari keseluruhan moda transportasi secara terpadu dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
  3. mengembangkan kemampuan armada angkutan udara nasional yang tangguh serta didukung industri pesawat udara yang andal sehingga mampu memenuhi kebutuhan angkutan, baik di dalam negeri maupun dari dan ke luar negeri;
  4. mengembangkan usaha jasa angkutan udara nasional yang andal dan berdaya saing serta didukung kemudahan memperoleh pendanaan, keringanan perpajakan, dan industri pesawat udara yang tangguh sehingga mampu mandiri dan bersaing;
  5. meningkatkan kemampuan dan peranan kebandarudaraan serta keselamatan dan keamanan penerbangan dengan menjamin tersedianya jalur penerbangan dan navigasi penerbangan yang memadai dalam rangka menunjang angkutan udara;
  6. mewujudkan sumber   daya   manusia   yang berjiwa kedirgantaraan, profesional, dan mampu memenuhi kebutuhan penyelenggaraan penerbangan; dan
  7. memenuhi perlindungan lingkungan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran yang diakibatkan dari kegiatan angkutan udara dan kebandarudaraan, dan pencegahan perubahan iklim, serta keselamatan dan keamanan penerbangan.

 

(7) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan   secara   terkoordinasi   dan   didukung   oleh instansi   terkait   yang   bertanggung   jawab   di   bidang industri pesawat udara, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keuangan dan perbankan.

 

(8) Pemerintah daerah melakukan pembinaan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangannya.

 

Pasal 11 Kewenangan Menteri

 

(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri.

 

(2)   Pembinaan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperkuat kelembagaan yang bertanggung jawab di bidang penerbangan berupa:

  1. penataan struktur kelembagaan;
  2. peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia;
  3. peningkatan pengelolaan anggaran yang efektif, efisien, dan fleksibel berdasarkan skala prioritas;
  4. peningkatan kesejahteraan sumber daya manusia;
  5. pengenaan sanksi kepada pejabat dan/atau pegawai atas pelanggaran dalam pelaksanaan ketentuan Undang-Undang ini; dan
  6. peningkatan keselamatan, keamanan, dan pelayanan penerbangan.

 

(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat didelegasikan kepada unit di bawah Menteri.

 

(4)   Ketentuan mengenai pendelegasian kepada unit di bawah Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Pasal 12 Instansi Terkait

 

(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan dengan berkoordinasi dan bersinergi dengan lembaga yang mempunyai fungsi perumusan kebijakan dan pemberian pertimbangan di bidang penerbangan dan antariksa.

 

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan, lembaga, fungsi perumusan kebijakan, dan fungsi pemberian pertimbangan   di   bidang   penerbangan   dan   antariksa diatur dengan Peraturan Pemerintah.